Aku dan Karate Part II

Tuesday, October 18, 2011

Aku dan Karate Part II
“Bertahanlah,, karena dengan bertahan, perjuanganmu yang sebelumnya tidak akan sia-sia.”
Sudah berlalu 6 tahun semenjak pertama kali aku ikut karate. Kini, aku sudah menjadi mahasiswa Universitas Negeri Semarang. Dalam masa2 orientasi ada satu event tahunan yg disebut demo expo. Di acara tersebut, UKM-UKM yg ada di UNNES membuka stan untuk memperkenalkan UKM mereka, sekaligus promosi dan pendaftaran bagi calon anggota baru. Mahasiswa baru yg datang ke acara tersebut boleh mengunjungi stan2 yg mereka inginkan. Waktu itu, Stan UKM2 yg menarik perhatianku kukunjungi semua, dan mengumpulkan leaflet yg ada. Siapa tau sewaktu2 aku ingin gabung. Tapi khusus untuk satu UKM , aku langsung daftar. Tentu itu adalah UKM karate.
GOKASI or INKAI?
Pertama kali aku ke Semarang untuk pindah, aku membawa serta dogi (seragam karate) ku. Pokoknya kalau ada karate, aku mau daftar. Syukurlah, ternyata benar2 ada. Tapi untuk jaga2, aku membawa sabuk putihku. Dan benar ternyata, UKM karate yg aku ikuti beda perguruan. Dulu aku ikut GOKASI, dan sekarang adanya INKAI. Aku sih gak peduli, pokoknya karate. Persetan dg perguruan. Apa boleh buat, aku mesti ulang dari awal lagi dan menanggalkan semua atribut yg terpasang di dogiku.
Senpaiku bernama sn. A. Sabuk hitam, entah DAN berapa. Tapi kurasa beliau sudah belajar cukup lama, mengingat usianya mungkin paruh baya, hahay. Lagipula, saat latihan pertama kali, beliau juga langsung tahu kalau aku pernah ikut bela diri sebelumnya. Emh, tapi mungkin karena gerakanku emang bagus, jd agak menonjol, apa boleh buat. :D lol. Meski begitu, aku tetap latihan serius, sebab aku malu, pernah belajar 3 tahun, tp powerku lemah banget. Mungkin kalo diluaran ketemu orang jail, kupukul atau kutendangpun mereka bakal ketawa doang, sambil berkata,"Ngapain,mba? kebanyakan nonton Power Ranger ni pasti.". :P
Mengukur Power (versiku)
Lalu gimana caranya aku tau powerku udah oke apa belum? Entah, tapi aku selalu kagum tiap kali sn A ato senior2ku yg sabuk atas sedang praktek pukulan dan tendangan. Setiap kali mereka memukul atau menendang, terdengar suara seperti gesekan baju. Zab, zzrrb,, atau gmn tuh ah romawinya entahlah, yg jelas, saat aku praktek sendiri, nggak ada suaranya sama sekali. Apa karena kualitas baju? Kurasa enggak. Bajuku juga mahal, pada masanya :D. Jadi itu pasti karena kecepatan dan kekuatan yg dikeluarkan. Sejak itu, tiap kali latihan chuki (pukulan) atau geri (tendangan), aku sering senyum2 sendiri kalau merasa telah mendengar sedikit suara dogiku berkelebat (lumayan lho ya):D
Ujian Kenaikan Tingkat
Aku mengulang dari awal, tentu aku harus ujian sabuk putih. Sayangnya, saat ada ujian pertama kali, aku nggak ikut karena tanggalnya bertepatan dg waktu liburan, dimana aku lagi pingin pulkam. Jadi, aku melewatkan satu kesempatan ujian.
Latihan berikutnya (setelah ujian) aku memakai sabuk putih, tentu saja. Dan teman2 seangkatanku sudah kuning ('0'). Lalu aku ditegur oleh senpai A, kenapa aku gak pake sabuk kuning. Setelah tahu bahwa aku nggak ikut ujian, beliau malah ketawa ,lalu Katanya, "Udah, kamu gak usah ikut ujian, itu saya punya sabuk kuning di rumah. Mau saya bawakan? tinggal pake aja, kalo mau." Sebenernya sih mau bangeet, hahay. Kan itu artinya beliau mengakui kemampuanku, hohoho.. (sombong lagi deh). Apalagi saat istirahat dan ngobrol2 dg para senior, ternyata ada dua seniorku yg pernah lompat sabuk, dari putih langsung hijau. Mereka adalah ms R dan Ms H. Mereka bilang, saat itu dari semua dojo, hanya mereka berdua yg lompat sabuk. Sejak itulah aku bertekad, pokoknya, ujian selanjutnya aku harus ikut dan langsung meraih sabuk hijau!.
Ujian Kenaikan Tingkat yg kutunggu-tunggu
Akhirnya ujian yg aku tunggu2 tiba. Aku super semangat untuk meraih targetku: sabuk hijau. Ujian dimulai seperti biasa. Tapi kemudian usai diuji kata I dan II (materi sabuk putih) aku tiba2 dipanggil ke luar barisan. Di depan para penguji aku diminta memperagakan salah satu kata. Lalu aku peragakan sampai selesai. Setelah itu, ternyata penguji bilang kalau aku salah memperagakan kata. Aku diminta memperagakan kata III (materi kuning ke hijau) tapi malah memperagakan kata I (dengan pede pula). Habis, namanya mirip sih, lagipula mana kepikiran kalo aku bakal diminta peragaan kata tiga (membela diri mode on). Dan akupun kembali ke barisan sambil bergumam, betapa begonya diriku. :(
Sesi ujian sabuk putih berakhir. Lagi-lagi aku diminta maju ke depan barisan. Kali ini aku tau aku disuruh peragaan kata III :D. Awalnya aku memperagakan dg sangat mantap. Lalu ditengah gerakan, aku bimbang, di bagian ini ada kata lain yg gerakannya mirip. Lalu gerakan A atau B yg untuk kata III??? Satu detik kemudian, aku bergerak begitu saja, dan penguji langsung berkata,”ya, cukup”. Ctyaaarrr! Mampuslah aku. Berarti, mestinya gerakan yg satunya yg aku pilih. Tidaak! Aku down, dan langsung meninggalkan ruangan. “aduh” batinku, sambil memegangi kepala yg gak kenapa-napa. Orang2 di luar menyayangkan, mereka bilang, mestinya aku bisa dapet sabuk hijau. Lalu aku teringat, sebelum ujian aku sempat latihan kata I dan II. Tapi pas mau latihan kata III, aku mengurungkan niatku, barangkali dikira sok, karena itu bukan materi yg diujikan. Padahal, kalau aku tadi latihan, pasti pas diuji aku gak akan keliru. Aku terlalu mengkhawatirkan pandangan orang tentang diriku. Padahal mereka pun mungkin sebenarnya peduli pun tidak. Aku memadamkan apiku sendiri.
“Bila kamu merasa tinggi, berhati hatilah mungkin kamu sedang kehilangan pijakan di bumi.”
Aku lari ke tempat teman2ku berkumpul, lalu merebahkan diri di lantai. Aku marah sama kebodohanku, lalu ditengah emosi aku berteriak,”A*U!!!”. Suasana hening selama beberapa detik, Lalu aku tersadar, disekelilingku banyak anak2 kecil dari dojo lain, dan juga beberapa anggota abri yg sedang bertugas (tempat ujiannya memang di markas mereka). Aduuh,,, penyesalanku makin bertambah saja.
Masih dalam posisi yg sama, aku memikirkan lagi kebodohanku. Saat itulah aku teringat, saat latihan terakhir sebelum ujian ini, aku bilang pada temanku, “aku kan sempurna (gerakanku)” sambil mempraktekkan beberapa tendangan. “sombong,, sombong,,” kata mereka waktu itu. Tapi aku hanya tertawa karena merasa, aku memang pantas menyombongkan diri. Lalu sekarang? Sepertinya aku kena karma. Kesombongan berbuah bencana. Aku, lagi2, menyesali diriku. Musnah sudah kesempatanku meraih target sabuk hijau dalam sekali ujian. 
“Jalan pintas terdekat menuju kesuksesan adalah melewati hambatan.”
Teman2 dan senior bertanya2 soal ujian tadi. Lalu aku menceritakan kesalahan konyolku. Kemudian ms H menyarankan aku untuk meminta kesempatan lagi pada para penguji, yaitu mempraktekkan kata III, berbarengan dengan anak2 yg ujian sabuk kuning. Aku merasa punya harapan, lalu aku mengikuti sarannya dan pergi ke ruangan penguji. Sampai di pintu, keraguan muncul. Aku berbalik ke senior, tp dia menyuruhku kembali. Diapun menemaniku sampai pintu depan. Aku masuk lagi, tapi aku benar2 kehilangan nyali, lalu aku berbalik lagi. Senior yg melihat itu sepertinya kecewa dan pergi duluan meninggalkanku (dengan wajah begoku itu). Tapi aku benar2 takut dan ‘melarikan diri’.Kalo inget itu sekarang, nyesel, mestinya dulu aku coba dulu sebelum 'melarkan diri'. 
ihatequotes ihatequotes™
“Before you talk, listen. Before you react, think. Before you criticize, wait. Before you pray, forgive. BEFORE YOU QUIT, TRY.”

After Complication
Pengumuman kelulusan ujian dimulai. Para kohai disebutkan namanya satu persatu dan diumumkan berhasil atau tidaknya ujian itu. Ada yg naik tingkat dengan sukses, ada pula yg naik tingkat bersyarat, yaitu latihan selama beberapa waktu yg ditentukan dengan menggunakan sabuk yg sama, setelah itu baru diijinkan memakai sabuk tingkatan selanjutnya (biasanya karena skillnya kurang, dan umumnya terjadi pada sabuk biru ke atas). Saat tiba giliranku, Penguji utama menyayangkan aku yg sudah melewatkan DUA KALI kesempatan yg beliau berikan. Bahkan, beliau menyinggung sikapku saat aku keluar ruangan dg menunduk dan memegangi kepalaku sambil berkata, ‘aduuh’. Hal itu menunjukkan betapa aku grogi dan penakut, bernyali kecil. Saat itu, aku lagi2 menyesali kebodohanku. Seandainya saja sebelum keluar ruangan aku meminta kesempatan lagi, kalau perlu mempertaruhkan sabuk kuning (yg pasti kudapat itu), maka aku pasti berhasil. Karena aku tau betul letak kesalahanku. Yaitu antara gerakan A atau B. Dan aku sudah mengambil salah satunya, berarti sisanya pasti benar. Jika aku bersikap seperti itu tadi, pastilah selain aku dapat sabuk hijau, para penguji dan teman2 akan mengingatku, sebagai orang yg keren, bernyali besar yg mempertaruhkan sabuk kuning yg belum didapatnya. Hahaha.. (tuh, sombong lagi. tong kosong nyaring bunyinya) Namun, Penguji utama kemudian mengatakan bahwa aku lulus,,, SABUK KUNING. Yah,,Apa boleh buat… L

Curhat Seorang Introvert
Lupa begitu saja setelah gagal meraih target yg kuimpikan? Tentu tidak. Di kos aku super frustasi. Saking frustasinya, teman satu kos sampai bertanya, aku kenapa? Kemudian, setelah berpikir sejenak, akupun menceritakannya pada mereka, sambil sebelumnya berkata bahwa mungkin masalah ini terlalu sepele sebenarnya. Setelah itu, merekapun mendengarkan, dan bekomentar seadanya. Itu saja. Yang kupikirkan saat itu adalah, betapa bodohnya aku menceritakan semua ini pada mereka. Bebanku bahkan tidak berkurang sama sekali, justru bertambah dengan merasa bahwa aku terlihat konyol di depan mereka. Aku kemudian cari pelarian, curhat dg sobat SMAku lewat sms. Aku pikir, karena dia sobat dekatku pasti sedikitnya memahami apa yg aku rasakan. Akupun curhat, namun ternyata kemudian, responnya tidak beda jauh dg yg tadi: mendengarkan, dan berkomentar seadanya. Aku lalu tersadar, bahwa orang curhat pun harus pilih2. Ya,
“Jika kau ingin menceritakan apa yg kau alami, pilihlah orang yg tepat. Karena orang yg tepat akan memberikan respon yg tepat, respon yg kau butuhka, dan respon yg kau inginkan.”
-My quotation
Dalam kasusku ini, orang yg tepat untuk aku curhati adalah orang yg tahu bela diri. Karena mereka pasti memahami situasi yg aku alami, dan merekapun bisa membayangkan jika mereka berada di posisiku. Dengan begitu mereka juga bisa memberikan respon yg tepat. Begitulah menurut analisaku. Sejak itu, aku, yg seorang introvert ini, semakin berhati-hati jika ingin menceritakan masalah2ku. Padahal, sebelumyapun aku termasuk sangat jarang curhat pada orang lain. Tapi aku benar2 nggak ingin menambah bebanku dengan curhat pada orang yg tidak tepat.
Mengingat kembali tentang semua penyebab masalah ini, Pelajaran yg kudapat adalah, bahwa kesombongn itu bisa menghancurkanmu dari dalam.
Kemudian, untuk menghibur diri, aku terus berpikir, bahwa warna sabuk bukanlah prioritas utama melainkan skill yg kau miliki. Tentu kita bisa membedakan jika ada karate-ka sabuk coklat berlevel putih, dan sabuk putih berlevel coklat. Aku bertahan dalam pemikiran bahwa akan percuma saja bila tingkatanku tinggi tapi kemampuanku nol besar. Dan akupun kembali berlatih, dengan target, pukulan dan tendanganku harus ber’bunyi’, seperti senpai dan senior2ku yg hebat. (Tidak semua seniorku bisa mengeluarkan ‘bunyi’ saat melakukan gerakan. Menurut pengamatanku, hanya Senior Ranu dan Hendi saja. Itu cukup jadi bukti bahwa dalam tingkatan yg sama, kemampuan bisa saja berbeda.)
“Setiap kesalahan yang dipelajari akan membuahkan kesuksesan yang amat besar”
pemulihanjiwa
“Jangan pernah menyerah dalam hal apapun, karena orang yang sulit dikalahkan adalah org yang tidak pernah menyerah. . .”
***

0 comments:

Post a Comment